Hutan. Kalian pasti tau dong apa yang namanya Hutan? Hutan
adalah sekumpulan pohon-pohon besar yang sebagian besar mempunyai daun sangat
lebat, dan mungkin ada beberapa hutan yang susah untuk di tembus matahari di
karenakan daun-daun disana sangat lebat. Yah, aku dan teman-temanku akan
berkunjung di sebuah hutan. Semua berawal dari sini
Aku sedang di rumah sendirian, merenung apa yang akan ku
lakukan pada sore hari ini. Sudah ku pikirkan semuanya, tapi tetap saja tidak
ada satu pun ide keluar untuk membantuku menerobos dari kebosanan ini. Aku tidur-tiduran
di kasur empukku, menatap langit-langit kamar yang di cat berwarna langit
angkasa. Aku suka luar angkasa. Terutama warna pada langit-langit tersebut.
Langit-langit yang selalu di penuhi oleh beribu-ribu bintang gemerlap dan
banyak sekali benda-benda asing disana. Kemudian, ada suara ketukan pintu. 2
kali terdengar suara itu. Perlahan aku keluar dari kamarku, menuruni tangga
yang terbuat dari kayu sehingga menghasilkan bunyi bising khas kayu lapuk.
Sunyi sekali. Pintu pun kembali di ketuk. Hey, kenapa aku misterius sekali?
Tidak tidak, ini hanya orang mengetuk pintu. Mungkin tukang pos yang mengirim
surat tagihan dari bank untuk ayah dan ibu. Atau seseorang yang memang ingin
membuatku terkena serangan jantung. Akhirnya, dengan keberanian yang sebelumnya
aku kumpulkan, aku pun membuka pintu. Nobody’s here. Aku melihat kanan dan
kiriku. No one. Saat aku akan menutup kembali pintunya, beberapa anak
mengurungkan niatku untuk menutup pintu.
“Kerin!” sorak salah satu anak.
Aku mendelik “Jake?” pekikku. Dia, Jake. Salah satu sahabat
laki-laki ku.
Ia tampak ketakutan, dan semua anak yang di belakangnya pun
sama, semua anak itu adalah sahabat karibku.
“Bolehkah kami masuk?” kata Viona.
Aku pun mempersilahkan mereka masuk dan duduk di sofa ruang
tamu. Mereka melihat sekeliling ruang, memperhatikan setiap benda-benda di
ruang ini. Mungkin mereka memastikan tidak ada orang selain aku dan mereka.
“Aku sendirian, ada apa?” kataku menebak pikiran mereka.
“Begini, apakah kau sudah terima surat dari bapak kepala
sekolah?” tanya Alexa.
Sahabat-sahabatku ada 5, mereka ialah Jake, Viona, Alexa,
Louis, dan Peter. Mereka semua sahabat paling baik dan selalu setia. Mereka tak
mau jika salah satu di antara kami ada yang terpisah atau tidak ikut
berpetualang. Yap! Kami suka sekali berpetualang, sudah beberapa rintangan
berat yang kita hadapi saat berpetualang, dan kami pun sehat selamat sentosa.
Walaupun kami masih berumur 14 tahun tapi kami sudah melewati beberapa rintangan
yang bagi kalian cukup berat.
Aku mengernyitkan alis “Surat apa? Dari pagi sampai sore ini
aku tak menerima apa pun dari luar”
“Benarkah? Nyonya Bill tidak mengirimkan surat untukmu?”
tanya Louis.
Aku menggeleng “Kalian mendapatkan itu?”
Mereka semua mengangguk
“Aneh, kenapa aku tidak?” ucapku heran.
“Coba kita lihat di kotak pos, mungkin saja tukang pos
menaruhnya disitu” kata Jake.
Kami semua pun melangkah menuju halaman depan, lebih
tepatnya tempat kotak pos itu berdiri. Dan benar, ada sebuah surat beramplop
putih tergeletak disitu.
‘Kepada Kerin McMaurince di tempat.
Saya selaku wakil kepala sekolah International High School atas
suruhan Kepala Sekolah memberitahukan bahwa anda Kerin McMaurince saya masukan
ke dalam kelompok petualang angkatan 2012, beserta sahabat-sahabat anda Jake,
Viona, Louis, Alexa, dan Peter. Saya akan memberitahukan tujuan saya memasukan
kalian semua ke dalam kelompok petualang pada esok sore pukul 3. Saya ada di
kantor kepala sekolah. Terima kasih atas perhatiannya. Di mohon untuk datang
secara lengkap dan tepat waktu.’
Kami semua saling berpandangan. Apa maksudnya Nyonya Bill
memasukanku ke dalam kelompok itu? Aku dengar bahwa kelompok petualang itu
nantinya akan di kirim ke salah satu hutan di luar daerah kami. Pernah dulu,
kelompok petualang angkatan 2009 berhasil melalui rintangan itu, tetapi ada
beberapa yang luka berat, dan ada yang nyaris mati, tapi sekarang sudah selamat
dan lulus dengan hasil yang cukup. Aku tak pernah tau seberapa beratkah
rintangan-rintangan sehingga bisa menghasilkan beberapa murid luka-luka dan
hampir mati. Semua murid yang pernah masuk ke dalam kelompok itu, tak pernah
memberitahu rintangan apakah itu. Mereka semua berusaha untuk diam dan tak mau
membahas semua itu lagi. Seakan akan mereka telah bertemu mara bahaya yang
sangat mengancam keselamatan jiwa. Tapi semua itu tidak dilakukan secara
sia-sia, setelah mereka berhasil melalui itu, mereka akan mendapatkan piagam,
uang, dan sertifikat. Katanya sih sertifikat dan piagam itu bisa menolong saat
kita akan masuk ke sekolah yang baru, dan pasti akan lolos seleksi jika kita
mempunyai itu semua. Tapi bagaimana dengan yang tidak berhasil melalui
rintangan itu? Mereka tetap akan mendapatkan piagam dan sertifikat kerena
mereka telah berusaha sekuat tenaga mereka dan sampai-sampai nyawa mereka yang
jadi taruhan. Katanya juga sih, mereka di sana untuk menyelamatkan seseorang
yang terjebak di suatu waktu yang berbeda dengan waktu kita. Dan mengambil
beberapa perkamen yang sebelumnya sudah di siapkan terlebih dahulu.
Kami kembali masuk ke dalam ruang tamu
“Okay, ini sangat sangat menegangkan. Aku tak pernah tau apa
yang ada di dalam waktu itu. Aku tak pernah tau apa isi dari perkamen-perkamen
‘berharga’ itu. Yang jelas, kenapa harus kita yang dipilih?” kataku sedikit
canggung.
“Daaann... Orang tua kita pasti tidak akan setuju jika kita
bermain di dimensi waktu yang berbeda. Apalagi mengingat bagaimana keadaan
kakak kelas kita dulu yang pernah masuk ke dalam waktu itu” Kata Peter.
Kami semua diam, memikirkan apa yang akan di omongkan oleh
orang tua kami masing-masing, dan memikirkan bagaimana nasib kita kelak. Memang
sih kami di sebut anak petualang dan kami punya jiwa petualang, tapi apakah
kita harus melakukan itu? Ini baru yang namanya petualangan sungguhan. Aku
pernah memimpikan ini sebelumnya, berharap semua yang ada di mimpiku itu benar,
dan sekarang memang menjadi kenyataan.
“So bagaimana?” tanya Alexa.
“Bagaimana apanya?” tanya balik Peter, sewot.
“Ya bagaimana? Kita setuju atau tidak dengan semua ini?”
“Kita harus setuju, karena aku pernah dengar, siapa pun yang
terpilih menjadi anggota kelompok petualang, tidak bisa mengundurkan diri. Ini
sudah keputusan yang sangat bulat. Nyonya Bill, Tuan Rover –Kepala Sekolah-
memang sudah memprediksikan kita sebagai the next Indonesian Idol, eh bukan
maksudnya the next ‘Kelompok Petualang’” kata Jake serius.
Sebelumnya aku tak pernah tau, maksud tujuan sekolah
mengadakan acara macam ini. Tapi yang perlu aku tau adalah dimensi waktu itu
ternyata ada, bukan hanya hayalan semata. Tapi.. Aku belum tau pasti kebenaran
itu.
Terdengar suara mobil terpakir di halam depan rumahku. Pasti
ayah dan ibu sudah pulang dari bekerja.
“Hey hoo little gir....” ayah langsung menghentikan
kebiasaannya berteriak setelah pulang dari bekerja atau sebagianya, tentunya
pergi tanpa aku. Ayah dan Ibu sering berteriak seperti itu untuk menandakan
mereka
benar-benar sudah pulang.
“Oh hi guys!” pekik ayah. Yah, ayahku senang bergurau dan
sedikit gaul.
“Ada acara apa ini?” tanya Ibu.
“ehm... Tidak ada apa-apa, bu. Kami hanya....” jawabku
terputus-putus.
“...Kami hanya mengobrol ringan dan sedikit bergurau”
sambung Peter. Dan kami semua nyengir untuk menandakan kami sedang tidak
berbohong, tapi pada kenyataannya kami semua berbohong.
“Baiklah Ibu akan membuatkan teh hangat untuk kalian”kata
ibu dengan senyum manisnya.
“Oh tidak perlu repot-repot Nyonya Ricardson, kami akan
pulang, hari sudah mulai petang. Kami takut orang tua kami khawatir.” Kata
Viona sopan dengan senyuman khasnya.
“Oh baiklah. Apa kalian tidak ingin Tuan Ricardson mengantar
kalian sampai rumah?”
“Tidak perlu, Nyonya. Terima kasih, anda baik sekali, tapi
kami bisa pulang sendiri. Kami akan pulang bersama-sama dan menjaga satu sama
lain. Terima kasih banyak, kami pamit dulu. Selamat sore” kata Alexa sopan.
“Bye, Kerin! Sampai jumpa.” sorak sahabat-sahabatku.
“Byeee! Hati-hati!”
******
Hari ini. Hari dimana Nyonya Bill dan Tuan Rover akan
menjelaskan maksud dari ini semua. Sejujurnya, aku tak memberitahu tentang ini
kepada orang tuaku. Aku terlalu takut untuk mengatakannya. Aku tak bisa
membayangkan ekspresi ayah saat mendengar penjelasanku tentang rencana ini.
Aku dan sahabat-sahabatku sudah berkumpul di depan kantor kepala sekolah. Kami
semua deg-degan, kami takut akan terjadi apa-apa nantinya. Kami duduk di balkon
dekat dengan kantor kepala sekolah, melihat taman yang elok di depan mata. Tapi
kami tak bisa melihat dan merasakan keindahan itu, kami terlalu bingung untuk
memikirkan hal lain selain Kelompok Petualang. Beberapa saat kemudian, pintu
kantor pun di buka. Kami semua langsung berdiri menunggu seseorang keluar.
“Come in” kata Nyonya Bill mempersilahkan masuk.
Saat pertama masuk, udara dingin dari AC langsung membuatku
tambah menggigil, sebelumnya aku memang agak menggigil karena aku terlalu
takut. Ah pecundang sekali aku! Aku kan seorang petualang, kenapa aku harus
takut? Aku melihat muka teman-temanku, dari tampang mereka semua biasa-biasa
saja, tapi kalau hati aku tidak tahu. Kami di persilahkan duduk di sofa panjang
yang menghadap kursi kepala sekolah, dan di situlah Tuan Rover duduk.
“Selamat sore, anak-anak” sapanya ramah.
“Sore, Tuan Rover” sapa kami serempak dengan sopan,
tentunya.
“Okey, to the point saja. Kalian sudah terpilih menjadi
anggota Kelompok Petualang. Dan kalian tidak bisa mengundurkan diri. Sudah
beberapa tahun yang lalu, pemerintah pusat memberikan tantangan untuk sekolah
kita, bukan hanya sekolah kita, tapi beberapa sekolah terkenal lainnya di
daerah ini. Tantangan yang sebelumnya tidak saya setujui, karena mengingat
rintangan yang akan di hadapi sungguh berat, saya jadi khawatir akan
keselamatan jiwa murid-murid saya, tapi dengan alasan lain saya menyetujuinya,
secara terpaksa, dan rintangan itu akan terus berlanjut sebelum salah satu
kelompok yang dipilih menemukan seseorang di dalam sana. Yah, jadi selama 4
tahun ini belum ada yang menemukan seseorang itu siapa dan bagaimana rupanya”
jelas Tuan Rover dengan mimik wajah sedikit khawatir.
Kami semua hanya mengangguk pelan dan menelan ludah.
“Kami semua berharap kalian-lah kelompok terakhir yang akan
menemukan seseorang itu. Anggota sekolah lainnya sangat khawatir jika ini terus
berlanjut, akan semakin banyak korban berjatuhan jika ini tidak di hentikan.
Jadi, sekolah menaruh harapan besar pada kalian semua” sambung Tuan Rover
seraya mendekati kami.
“Akan kami usahakan, Tuan Rover. Tapi, kapan kita akan
memulainya?” kataku sopan.
Kini gantian Nyonya Bill yang angkat bicara,
“4 hari lagi. Sebelumnya, kalian harus meminta ijin kepada
orang tua kalian masing-masing. Sekolah akan memberikan sebuah surat untuk
menyatakan persetujuan dari orang tua kalian. Dan jika, ada salah satu orang
tua dari kalian yang tidak setuju bisa konsultasi dengan Nyonya Bill atau Tuan
Rover, kapan saja sebelum hari itu tiba. Dan di surat itu ada beberapa
perlengkapan yang harus kalian bawa.” kata Nyonya Bill panjang menjelaskan.
Kemudian, Ia membagi 5 surat berwarna putih yang di pojok
kanan atas terdapat stempel khas dari sekolah kami.
“Baiklah, kalian bisa pulang sekarang” kata Nyonya Bill.
“Baik, Nyonya” jawab kami serempak.
“Ehh.. Tuan Rover?” ucapku sebelum keluar dari ruangan.
“Ada apa, Kerin?”
“Apakah saya bisa tahu, dimana hutan yang akan kami
jelajahi?”
“Nanti kalian akan tahu sendiri, yang intinya bukan di
dimensi waktu kita” kata Tuan Rover seraya tersenyum.
“Dimensi waktu? Itu benar-benar ada, Tuan?”
Tuan Rover hanya tersenyum, lalu melepas kaca matanya dan
membelakangiku.
---
“Fyuhh. Apakah kita bisa mendapatkan ijin dari orang tua
kita masing-masing?” kata Jake lemas.
“Kita harus mencoba dan meyakinkan orang tua kita.” jawab
Alexa.
“Aku tidak begitu yakin.” kata Viona lemas.
“Heeyy! Kenapa pada lemas begitu sih? Ayoo semangat para
petualang! Kita harusnya senang bisa mendapatkan rintangan baru. Ingat kawan,
kita mempunyai jiwa petualang!” kompor Louis.
Wajah kami langsung sumringah dan menampakan jika kami
memang bisa melakukan semua ini.
Aku melirik teman-teman yang berada di sampingku, semuanya mengobrol sendiri
kecuali Peter. Ia melihatku terus dari tadi. Ugghhh! Jangan sampai kami cinlok.
Bisa-bisa persahabatan kami runtuh akibat sebuah kata “Cinta” yang muncul
secara tiba-tiba di antara aku dan Peter. Tapi beneran deh, Peter melihatku terus.
Hey! Kenapa aku jadi salting begini? Tidak tidak, tidak boleh! Ehm.. mungkin
dia melihat ke arah kananku ya, siapa tau ada seseorang yg membuatnya
penasaran. Aku melihat ke samping kananku, tidak ada siapa-siapa yang ada hanya
sebuah taman, dan taman itu sepi sekali, yah ini hari minggu, anak sekolah
tidak berangkat pada hari minggu kan? Memang sih, Peter adalah sahabat
laki-laki yang dewasa, bertanggung jawab, cerdas, lumayan tampan, dan manis.
Tapi aku tidak boleh sampai “jatuh cinta” dengan Peter. Ah sudahlah.
****
Makan Malam-
Menu makan malam hari ini adalah sup octopus atau sup gurita
dengan ayam mentega. Hummm yummy :9
Seperti makan malam sebelum-sebelumnya, ayah pasti membuat
kami tertawa terbahak-bahak oleh leluconnya. Dan sedikit menceritakan bagaimana
kejadian-kejadian lucu saat di luar rumah. Sebenarnya, saat inilah yang akan ku
jadikan untuk mengatakan tentang Kelompok Petualang, tapi aku takut untuk
membuat malam indah ini menjadi malam yang menyusahkanku untuk tidur. Tapi aku
harus mengatakan secepatnya.
“APAA?” sorak ayah histeris setelah aku memberitahukan bahwa
aku terpilih menjadi anggota Kelompok Petualang. Ehm.. sudah ku bilangkan,
ayahku sedikit gaul dan gaulnya mengarah ke alay hehe, tidak alay juga, ayahku
seorang pekerja yang disiplin, dan bertanggung jawab.
Aku hanya nyengir takut
“Tidak tidak, ibu tidak mengijinkan. Kau tahu kan jika
‘permainan’ itu mengancam keselamatan nyawamu. Apa-apaan ini, tidak masuk akal”
kata Ibu, sewot.
“Tapi bu.. Kata Tuan Rover kami lah harapan satu-satunya
untuk menyelamatkan seseorang di dimensi itu. Kami sudah memegang amanat, Ibuu.
Ijinkanlah, kami tidak bisa mundur” pintaku memelas.
“Ijinkanlah, Rose.” Kata ayah tiba-tiba.
Aku dan ibu melihat ayah dengan heran, tapi wajah ibu
menandakan ‘apa-apaan ayah ini?!’
“Begini, aku mendapatkan surat dari sekolah. Tunggu
sebentar” lalu aku berlari menaiki tangga dan menuju kamarku.
Beberapa detik kemudian aku turun dengan membawa sebuah
surat dan ku serahkan pada ibu dan ayah.
Aku menunggu ibu dan ayah selesai membaca.
“Baiklah, ibu ijinkan. Tapi ibu mohon, jaga dirimu
baik-baik, ibu tak mau kau kenapa-kenapa, Kerin.” Pinta ibu.
“Baiklah, ayah juga akan mengijinkan. Tapi ingat, jaga
baik-baik keselamatanmu, Kerin. Kalian semua harus saling manjaga, jangan egois.
Ayah tidak suka, kalau kamu egois, mengerti?” ucap ayah tegas.
“Mengerti ayah. Terima kasih” kataku.
“Saatnya kau tidur, sebelum tidur sikat gigi dulu dan cuci
muka jangan lupa berdoa” kata Ibu dengan senyumannya.
****
Sehari sebelum hari H itu tiba, aku dan kawan-kawanku
berkumpul di base camp. Haha.. anak petualang harus mempunyai base camp dong.
“Sudah mendapatkan ijin kan?” tanyaku ke teman-teman.
“Yah, syukurlah” kata Viona.
Semua mengangguk pasti.
“Okay, hari ini kita ke minimarket. Membeli perlengkapan
ini.” Kata Louis.
“Ha? Minimarket? Kau kira kita bisa mendapatkan tali
tambang, pemukul basbol, dan penyimpan sinar matahari di minimarket? Hah” kata
Peter melecehkan.
“Maksudku bukan perlengkapan ini, tapi perlengkapan untuk
berjaga-jaga jika perut mulai bergoyang” kata Louis.
Aku baru sadar jika Peter barusan ngomong ‘Penyimpan Sinar
Matahari’. Apa itu? Aku tak tau ada itu.
“Penyimpan sinar matahari?” tanyaku heran.
“Ya, aneh ‘kan? Aku tak habis pikir sekolah kita bisa
menerima ‘permainan’ ini. Penyimpan sinar matahari? Apa ituuu? Mana ada
supermarket yang jualan benda seperti itu.” kata Peter, sewot.
Semua diam. Memikirkan apa itu ‘Penyimpan Sinar Matahari’ ?
Ughh!
“Okay, sekarang saatnya mencari perlengkapan itu, kawan!”
kata Jake. Kami semua meninggalkan base camp. Mencari perlengkapan-perlengkapan
itu, tapi kami tidak mencari ‘Penyimpan Sinar Matahari’.
To Be Contine:)