Sabtu, 10 November 2012

With teermooss dan botooll

Heeyyyy :D saya mau mempublish foto-foto anak alay. Anak alay habis pulang sekolah dengan howoknya narsis di kamera laptop gue atau webcam dengan wajah yang unyuk maksimal! Kita semua histeris habis ngeliat muka kita sendiri. Mungkin kita pangkling sama muka kita sendiri, maklum takut banget sama yang namanya ngaca. Takut kacanya pecah._. okeokeee, mending check it out ajaaaa

Ini Nadya (botol) sama Gita (teermooss)



















Okay, alay bangeddd kan? Namanya juga anak alay. Si teermooss said "Deen, ini sumpah unyuk banget. Perasaan udh masang muka jelek tp kenapa muka tambah unyuk?" pede-_- Cantik kan temen-temen guee? =) @teermooss and @NadyaKrismaa :) poloow juga @Auliadenti *ngomongsendiri*

Kamis, 25 Oktober 2012

Somewhere Else

Berenang mengapung memandang langit biru. Melihat sepintas burung camar lewat untuk terbang menuju daerah lain. Awan-awan ringan bergerak perlahan ketika tertiup angin. Kurasa memang setiap detik mereka bergerak. Nun tinggi disana, lebih banyak angin dari pada di bawah sini tapi disana oxigen adalah sesuatu yang berharga. Kurasakan air laut yang membuat bagian punggungku merasakan sensasi sejuk. Sangat kontras dengan apa yang ada di bagian depan tubuhku. Panas. Terbakar. Silau. Kuputuskan untuk kembali berenang. Entah kenapa, setiap aku melihat ayah, disana ada perasaan itu lagi. Perasaan itu kembali lagi. Perasaan kehilangan yang amat dalam. Aku kasihan pada ayah. Ia sendirian. Tapi tidak selamanya sendirian. Setelah Sheila meninggal, aku jarang menghibur ayah. Aku sibuk dengan sekolahku dan ayah juga sibuk dengan pekerjaannya. Pernah, satu hari kami tidak bertemu. Tatap langsung antara mata dengan mata pun tidak. Aku bukan gadis baik. Aku tidak bisa seperti Sheila. Tapi aku bukan Sheila. Aku berbeda. Aku Elsie, bukan Sheila. Drew menyadarkanku dari dunia itu. Kuberi ia senyuman sebagai tanda aku baik-baik saja. Ia pun membalas senyumku. Lalu bermain dengan yang lain.

Beberapa saat kemudian, aku masih mengapung. Drew mengagetkanku lagi.

"Kau mau lihat ini?" kata Drew.

"Apa?"

Ia mengeluarkan kalung berliontinkan jam jaman dulu yang ia genggam sebelumnya. Bentuknya lumayan kecil. Emm bisa dibilang sedang.

"dimana kau menemukannya?" tanyaku.

"Ada di dasar. Pada saat aku menyelam, tak sengaja benda ini terinjak oleh ku,"
"menurutmu benda apa ini?" sambungnya.

"Ini hanya kalung jam, Drew. Kau terlalu mistis." kataku acuh.

"C'mon. Look, something different!"

"Save it, if we need it, someday." kataku.

Entah kenapa aku sensitif dengannya sekarang. Aku tak tau. Aku sangat dekat pada Drew. Ia juga pernah menyukaiku dulu. Tapi tak pernah berani untuk mengungkapkannya. Dia takut jika persahabatan kami akan hancur. Ah entahlah.

"aku ingin kau yang menyimpannya." katanya.

Aku berbalik. Menatap matanya yang kelabu.

Ia mengangguk pelan.

Kemudian ku ambil kalung itu dan memakainya. Supaya tidak hilang. Aku masih ingin bermain air.

Tidak terasa, matahari mulai menyerong. Tanda bahwa sore akan menjelang. Aku dan teman-temanku bergegas naik ke pantai. Mengambil anduk yang dijaga oleh ayah. Dan ayah masih tetap disini. Selama beberapa jam. Huh.

Nomor 3. Itulah nomor kamar penginapanku. Kami tidak di hotel tapi disebuah penginapan. Kamar dengan kasur pas ada tiga ranjang, satu kamar mandi dan ada balkon yang mengarah langsung ke pantai. Kuletakan semua barang-barangku di lantai, bergegas menuju kamar mandi. Kulihat, Kathy sedang membuka pintu kaca balkon yang lebar. Angin laut pun langsung memenuhi ruangan dan membuat gorden jendela berkibas.

Setelah bersih, aku mencuci muka dengan pembersih muka. Seperti krim berwarna putih tapi ada sedikit gelembung-gelembungnya. Dan harumnya harum buah-buahan. Saat melihat diriku yang hampir seperti hantu ini dikaca, tiba-tiba saja lampu mati. Pasti teman-teman. Tidak, Kathy tidak melakukannya. Adrienne. Ah memang anak itu selalu jahil.

"Heeyy. Turn on the lamp, now!" teriakku.

Tidak ada sautan. Yang terdengar hanya suara cekikikan dari Adrienne dan Kathy.

Kubuka pintu dan kutemui mereka yang sedang berada di kasur mereka masing-masing. Sedang bergurau dan bermain iPhone.

"Siapa yang mematikan lampu kamar mandi?" tanyaku.

"Bukan aku." kata Adrienne.

"Aku juga bukan." Kata Kathy.

"Adrienne?" ulangku dengan sedikit nada menuduh.

"Bukan aku, Elsie. Tanya Kathy."

"Iya, Adrienne bersamaku. Ia tidak turun dari ranjang." jelas Kathy.

Aku memandang mereka. Mereka juga memandangku. Menyadari ada sesuatu yang aneh disini. Em mungkin lampunya putus. Kulihat sakelar lampu kamar mandi. Ada yang mematikan melalui sakelar ini. Sebelumnya tidak seperti ini posisinya. Kutekan sakelar itu, lampu kamar mandi pun menyala. Bukan lampu yang putus. Seseorang pasti telah menekan sakelar ini menjadikan lampu kamar mandi menjadi mati.
Aku menunggu makan malam di kamar. Memandang pantai yang diatasnya bertabur bintang yang gemerlap. Desiran ombak memecah keheningan malam ini. Angin laut yang tak pernah berhenti menerjang gorden jendela untuk berkibas. Aku melihat layar iPhoneku. Satu pesan baru dari Drew.
           'Hey Elsie. Sedang menikmati angin pantai yang sejuk? Bisakah kau keluar ke balkon?'
Aku pun keluar menuju balkon. Dan melihat Drew beserta Egan sedang duduk di atas pasir. Saat aku melihatnya, Drew melihatku dan tersenyum. Melambaikan tangannya perlahan. Saat sedang melihatnya, ada suara yang menyita perhatianku. Aku berjalan pelan menuju asal suara. Suara itu seperti sapu-sapu yang jatuh dari ketinggian dan berdentam dengan pintu. Suara itu semakin jelas ketika aku sudah sampai di depan pintu yang berada di sebelah kaca rias. Kemudian hening. Kulangakahkan kakiku sedikit demi sedikit dan tanganku sudah menjulur untuk membuka handle pintu. Aku berhenti ketika pelayan wanita masuk ke kamarku dan tersenyum lalu mengambil kemocengnya yang tadi tertinggal. Ku abaikan dia. Dan kemudian tanganku mendarat dengan sukses di handle pintu. Ku putar kenopnya perlahan, kurasa pintu ini tidak dikunci. Aku berhitung dalam hati, 1....2....

"Don't do it!" suara itu mengagetkanku. Aku hampir saja berteriak. Tapi teriakan itu tercekat di tenggorokan.

Pelayan wanita itu sudah tepat berada di sampingku. Memegang tangan kananku yang berhasil mencapai kenop pintu. Memandangku dengan tatapan penuh dengan kekesalan. Apa aku melakukan hal yang salah?

"Don't do it, Elsie!"

"Why?" tanyaku heran.

Ia menggelengkan kepalanya, "Berbahaya." Ia memandang kalungku. Kalung jam yang diberikan oleh Drew tadi siang.

"Dari mana kau temukan itu?"

Aku memandang kalungku, "Maksudmu, ini?" aku memegang bandulnya.

"Ya, dimana kau menemukannya?"

"Entahlah, temanku yang menemukannya. Ada masalah?"

Ia menatapku aneh, dia diam. Kemudian ia mundur selangkah, "Tidak. Jaga dirimu." Ia pun keluar dari kamarku. Setelah ia mengunci pintu yang ada di depanku.

Apa maksudnya? Melarangku membuka pintu itu. Kalung. Jaga dirimu. Mengunci. Penginapan ini aneh.

Makan malam pun tiba. Kami semua turun dan menuju ke ruang makan.
Aneh. Penginapan ini sepi. Seharusnya ramai jika musim panas. Turis akan senang berada di tempat seperti ini. Dan kurasa hanya ada 3 pengunjung yang menginap disini.

Sup octopus dengan pulm kering. Iga kelinci dengan saus kacang merah. Ayam panggang yang entah diberi bumbu apa, bentuk dan aromanya tidak terlalu menggoda. Kupilih sup octopus dengan pulm kering.

Saat makan, seorang pelayan pria memandangiku sedari tadi. Aku menjadi merasa tidak enak. Memandangku dengan tatapan awas. Seakan aku adalah buronan yang sedang menikmati hidangan makan malam yang mewah dan bisa kabur kapan pun aku mau jika tidak di awasi. Datanglah pelayan perempuan di sampingnya. Ia juga melihatiku. Huh menyebalkan. Aku pun membalasnya dengan tatapan mengancam. Dan mereka pun pergi.

"Masih kau pakai?" Drew melihat kalung jam yang ia berikan padaku tadi siang.

"Ya,"
"Kau tahu pelayan wanita tadi masuk ke kamarku. Ia melarangku membuka pintu yg ada di kamarku dan bertanya tentang kalung."

"Benarkah? Apa katanya?"

"Ia menyuruhku menjaga diriku. Aku tidak mengerti apa maksudnya."

Drew diam sejenak, lalu menambahkan, "Sudahlah. Makan makananmu, nanti keburu dingin."

Baiklah. Lagi pula aku juga tidak ingin makananku cepat dingin. Ini sungguh enak jika dimakan selagi panas. Ku pandang dinding yang ada di sebelahku. Ada foto seorang pria yang dimasukan kedalam bingkai ukiran yang besar dan berlapis emas. Laki-laki dengan rambut yang sudah memutih dan hanya tinggal di belakang kepala saja. Memakai jas hitam lengkap dengan dasi. Memakai kalung. Kulihat namanya yang diberi kotak pinggirnya. Finnick Jaderthelwis. Mantan perwira tinggi yang mati dibunuh gara-gara lawannya menginginkan kalung yang ia pakai. Tapi Finnick membuangnya entah dimana, dan belum ada yang menemukan benda bersejarah itu. Katanya, kalung itu memiliki daya yang entahlah aku tidak mengerti, karena pada saat bagian itu dijelaskan dalam buku, bagian itu sobek terkena air. Makanya, para lawannya menginginkan itu darinya. Selama ini aku belum pernah melihat bagaimana kalung itu. Dia juga yang mendirikan penginapan di dekat pantai. Dan aku dengar-dengar, para lawan itu -turun temurun. Cucunya atau cicitnya sang lawan sejatinya Finnick- sedang menyari kalung itu lagi. Aku tahu kisahnya karena aku pernah membacanya di perpustakaan. Kulihat kalungnya yang sedikit tertutupi oleh jasnya. Kalung jam. Kalung yang sama. Sedang kukenakan.

Dan kami menemukannya. Dan akulah buronan.

To be continue.

Somewhere Else

"Selamat pagii, Elsieee!". Sorak seseorang membangunkanku dari tidur yang nyenyak. Membuka tirai jendela lebar-lebar dan memperlihatkan matahari yang masih malu-malu untuk keluar dari persembunyiannya.

"Ayah?". Kusipitkan mata untuk melihatnya. Karena ayah tepat berdiri membelakangi matahari. Dan itu membuatnya menjadi hitam dan tidak terlalu kelihatan.

"Ya.. It's summer, Elsie! Lihatlah, matahari yang manis itu." Ayah menunjuk matahari yang jaraknya pasti berjuta-juta kilo meter dari sini. Matahari yang belum terlalu nampak.

Ehem.. Let me tell you. Ayah memang seperti itu, kocak dan sedikit aneh. Tapi dia orang yang tegas dan bertanggung jawab.

"Lalu?". Tanyaku perlahan. Aku tak mengerti maksud ayah apa. Ini sudah menjadi hal yang biasa -pergantian musim-. Aku tak pernah sebahagia ayah ketika menyambut musim berganti, seperti tadi. Semua tampak sama dan selalu terulang kembali. Kecuali ada sesuatu hal yang bisa membuatku bahagia tepat pada pergantian musim, seperti habisnya musim gugur yang akan segera berganti dengan musim dingin, yang artinya natal akan segera hadir. Tapi.. aku benci musim dingin. Benci salju. Karena musim dingin, adik perempuanku meninggal pada umur 12 tahun. Masa-masa yang kelam. Lalu pada musim semi, aku hanya melihat bunga-bunga bermekaran, suara burung yang terdengar di pagi hari, air sungai yang mengalir jernih, rumput kembali hijau dan datangnya sedikit matahari. Pada musim panas, sekolah di liburkan untuk beberapa minggu. Berendam dalam kolam renang yang rasanya seperti berkubang dalam air surga yang dikelilingi oleh lingkaran api panas yang membahana. Melihat sapi, domba, dan kuda merumput di padang rumput yang terbentang luas dekat rumah. Dan pada musim gugur, hanya ada daun-daun berguguran dari tangkai. Membuat daun-daun itu terbang di bawa angin atau yang kurang beruntung, jatuh di tanah yang lembab. Itu saja. Begitupun seterusnya. Semua terulang kembali.

"Kita akan jalan-jalan!" sorak ayah. "Kemari, ayo kita turun ke bawah. Teman-temanmu pasti sudah menunggu." tambahnya seraya menarik tanganku perlahan. Kulirik jam dinding di kamar. Pukul 6 pagi.
Teman-teman? Pukul 6 pagi?

Dan benar. Mereka ada disini. Di rumahku. Masih memakai piama. Sedang terkantuk di sofa panjang ruang tengah. Disana ada Dhery, Kathy, Drew, Egan dan Adrienne. Aku tak tau bagaimana cara ayah bisa membawa mereka semua kesini.

"Ayah, bagaimana....". Kata-kataku di sela dengan muka ayah yang menandakan 'Tenang, percayalah padaku. Semua berjalan dengan baik.'

"Hei.." sapaku perlahan dan duduk di salah satu sofa yang kosong. Menghadap lima orang anak ingusan yang masih mengantuk, dengan kepala mereka bersender pada bahu teman lain.

Drew bangun, kemudian ia membangunkan yang lain. Berasa seperti putri raja yang dayang-dayangnya harus sudah siap untuk bertemu dengannya dalam keadaan baik.

"Bagaimana ayahku bisa membawa kalian kesini? Masih memakai piama?" tanyaku pada mereka.

Mereka tampak lelah. Oh Ya Tuhan, apa yang sudah dilakukan ayahku pada anak-anak ini yang sedang membersihkan kotoran dari ujung bibirnya? Oke itu menjijikan.

Mereka semua tersenyum, "Pastinya dengan cara yang sopan." kata Drew.

"Tidak dengaan kekerasan." timpal Egan.

"Dan ayahmu tidak menculik dan memasukan kami ke dalam sarung bekas yang bau dan lembab." tukas Dhery.

"Sshh. Diam. Tidak, Elsie. Tadi malam kami diam-diam ke sini. Kata ayahmu, kita akan berlibur." kata Kathy menjelaskan.

"Menginap?" tanyaku.

"Ya, kami menginap. Tentu saja."

Aku tidak mengerti, Apa maksud ayah? Apa yang akan ayah lakukan pada kami semua? Membuat kelompok bermain dan mengirim kami ke tempat penampungan anak jalanan? Oh, tidak. Tentu tidak.

"Kita akan berlibur di pantai dan menginap di hotel terdekat dengan pantai." Kata Adrienne.

"Ini semacam surprice... untukku?" kataku pelan.

Kemudian ayah datang dan duduk di sampingku, "Ya semacam itu. Lagi pula, kita sudah lama kan tidak berlibur?". Terdengar suara serak di sana. Ayah pasti sedang bersedih mengingat Ibu dan adik perempuanku, Sheila. Sebelumnya aku dan ayah memang tidak pernah berlibur setelah kematian Sheila. Mungkin ayah sudah bosan berkabung berlarut-larut. Dan ayah kembali pada kehidupan nyata. Kurasakan kerinduan yang mendalam ayah pada Sheila. Sheila adalah anak yang paling ayah sayangi. Ayah sayang pada Sheila karena mata Sheila yang sama dengan mata ibuku. Mata besar berbinar berwarna biru laut dengan sedikit warna kelabu. Sifatnya pun nyaris sama, anggun, berwibawa, sangat baik, murah senyum dan pandai meracik ramu ramuan. Tapi sayang itu semua sudah menjadi masa lau yang takkan pernah ayah dan aku lupakan. Takkan pernah. Dua orang yang amat aku sayang, yang memberikan kasih sayang tulus padaku, tanpa pamrih dan selalu menjagaku. Ya, terkadang menyakitkan jika potongan-potongan masa lalu itu terbayang kembali.

"Jadi, kapan kita akan memulai?" tanyaku pada ayah.

"Oh, sekarang. Tapi kalian harus bersiap-siap diri. Membawa perlengkapan kalian," ia berdiri, lalu menambahkan, "ayah ingin menyiram tanaman dulu." ia pun berlalu.

Ayah akan mengajakku ke pantai? Apa ayah lupa kalau aku membenci keramaian? Tapi entahlah. Ada rasa yang aneh. Bukan karena sifat ayah yang aneh, tapi tentang tempat tujuan kita nanti. Ya sudahlah, lihat saja nanti apa yang akan terjadi.

Kami sudah siap tepat pada pukul 10 pagi. Ternyata kami lama sekali untuk bersiap-siap. Kami semua menunggu di sofa ruang tengah. Dengan barang bawaan yang rata-rata tas ransel berukuran sedang di letakan di lantai dekat kami. Aku menunggu dengan mengotak-atik kamera dslrku. Sudah lumayan lama aku tidak menggunakannya, dan saat ku coba lagi, masih bisa.

"Ayaaahh. Ayoo." teriakku memanggil ayah yang entah berada di mana. Atau masih menyiram tanaman?

Ayah masuk ke rumah dengan pakaian yang masih sama saat membangunkanku tadi pagi. Dengan telanjang kaki yang basah mengotori lantai.

"Sudah siap? Oke, ayah akan mandi dan bersiap-siap." lalu ayah mencuci kakinya di kamar mandi dan melesat ke kamarnya.

Udara panas yang masuk ke dalam rumah membuat tempat ini lembab dan sumpek. Pendingin udara tidak cukup ampuh untuk membuat kami merasa sejuk. Akhirnya, setelah menahan panas, kubuka jaket yang sedari tadi ku kenakan. Mengikat rambutku yang tergerai menjadi konde.Teman-temanku juga sama, melepas jaket dan mengikat rambut mereka-bagi perempuan- . Ada 2 lembar koran terletak di sorong meja, ku ambil semuanya dan ku kipas-kipaskan di samping leherku. Merasakan angin yang tidak begitu kencang tapi cukup untuk menghentikan keringat yang sedari tadi mengucur. Musim panas yang amat panas. Jika kami tidak pergi, aku akan berendam seharian di kolam renang sampai matahari terbenam menyisakan siratan-siratan cahaya yang temaram. Dengan begitu aku takkan merasakan kepanasan, tidak akan ada keringat yang membanjiri wajah. Menunggu ayah bersiap-siap membuatku mengantuk, begitu juga teman-temanku. Akhirnya, mata ini sudah tak dapat di ajak kompromi kembali. Perlahan dunia mimpi mulai masuk ke alam bawah sadarku.

"Anak-anak ayo kita berangkaatt!" sorak ayah membangunkan tidurku. Dengan memakai pakaian yang berbahan tipis berwarna merah mencolok, ayah melangkah penuh percaya diri menuju tempatku tertidur. Kulihat jam yang menempel di pergelangan tangannku, jarum jam menunjukan pukul 11. Aku tertidur selama satu jam, tepatnya kami tertidur dlm satu jam. Dan berarti, ayah membutuhkan waktu 1 jam untuk berganti pakaian? Ya Tuhan. Kami mengulet badan dulu sebelum duduk dengan tegak. Udara panas tetap terjaga di ruangan ini. Kemudian kami semua berangkat.

Perjalanan ini lumayan jauh. Karena rumah ku dengan pantai memaang jauh. Rumahku bisa di bilang dekat dengan pedesaan, sedangkan pedesaan ini jauh dari pantai. Tapi entah, ayah akan membawa kami menuju pantai yang mana. Sepanjang perjalanan kami semua hanya mendengarkan musik dari handphone kami masing-masing. Rasa kantuk yang belum sepenuhnya hilang, membuat kami tidak berbicara. Mengarahkan pandangan pada pemandangan yang terbentang di sisi kiri dan kanan kami. Beruntung karena di dalam mobil tidak panas seperti di rumah. Kaca mobil sengaja di buka, agar angin masuk dan menghilangkan keringat kami dan membuang bau keringat yang sedari tadi mengganggu indra penciuman kami.

Setelah 3 jam perjalanan, kami sampai di pantai. Sebelumnya aku tak pernah melihat pantai ini sebelumnya. Dan ajaibnya pantai ini tidak banyak orang yang berkunjung untuk berjemur atau berenang. Hanya beberapa saja. Mata kami langsung berbinar melihat air laut yang melimpah terbentang disana. Kami semua langsung berlari menuju ke bibir pantai, berganti pakaian dengan baju renang. Kemudian byuuurr... Indahnya musim panas ini. Ayah hanya melihat kita bermain air. Ia duduk di atas ribuan pasir putih yang halus. Menatap kosong birunya langit siang. Terkadang, burung-burung pemangsa lewat di atas sana.

To be continuee

Kamis, 04 Oktober 2012

Mysterious Jungle (lanjutan)


Hari itu pun tiba. Aku sudah siap dengan semua perlengkapan aneh itu. Mendoakan diri semoga kami bisa melalui itu dengan baik. Kami berangkat pukul 4 pagi. Aku berangkat dari rumah pukul setengah 4 pagi menaiki mobil bersama ayah dan ibu. “I hope God bless me. Amen” batinku.

Tak kusangka, banyak murid-murid yang melihat acara ini. Melihat bagaimana kelima anak ini bisa berhasil atau terjebak di sana selamanya. Teman-temanku berdatangan, dan kami pun melangkah menuju depan kantor kepala sekolah. Tuan Rover hanya berbicara, semoga kelima anak ini selamat dengan utuh dan bisa menemukan seseorang itu. Mohon doanya. Setelah itu, kami masuk ke dalam mobil yang lumayan besar dan tampak gagah, kami pun melaju setelah kami berpamitan dari kaca pada orang tua kami masing-masing.
Perjalanan ini lumayan jauh, soalnya pas kami bangun, matahari sudah bersinar dengan terang. Tadi, kami masih mengantuk, jadi Tuan Rover mengijinkan kami untuk tidur sejenak selama perjalanan. Saat pertama bangun, mobil masih melaju melintasi jalan yang sekelilingnya pepohonan besar, nyaris tidak ada tanda-tanda kehidupan. Aku belum pernah melihat ini sebelumnya, sama sekali belum pernah. Apakah aku sudah berada di dimensi tersebut? Mungkin iya, kami melintasi perbatasan dimensi saat kami tidur. Beberapa jam kemudian, mobil berhenti di sebuah pos. Mungkin pos inilah yang menandakan ada sedikit kehidupan di tengah-tengah keramaian pepohonan.

“Baiklah, kita percepat saja. Kalian sudah membawa semua perlengkapan? Tenda?” kata Tuan Rover.

“Sudah, Tuan.” jawab kami serempak.

“Tapi, kami tidak memiliki Penyimpan sinar matahari. Kami tidak tau apa itu.” Kata Peter.

Tuan Rover lalu memberikan sebuah benda berwarna kuning dengan sedikit warna merah, ya semacam senter tapi ini panjangnya mungkin sekitar 25-30 cm. Dengan ukiran-ukiran abad ke-8 mungkin. Aku tak tau pastinya. Peter pun memerima benda itu.

“Ini Penyimpan sinar matahari. Saya sudah mengisi ini dengan sinar matahari. Jika kalian ingin menggunakannya, buka tutupnya dan pikirkan sinar matahari pagi yang hangat dan nyaman. Ini akan sangat membantu kalian. Jaga baik-baik. Ayo masuk.” Jelas Tuan Rover.

Akhirnya, kami masuk ke dalam hutan melalui jalan yang berada di belakang pos itu. Semakin kita melangkah ke dalam, semakin sedikit sinar matahari yang masuk. Inilah hutan yang seperti aku bilang pada waktu opening itu.

“Disini, kalian akan di temani oleh dua orang pemandu, satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Kenalkan nama mereka, Cindy dan Steve.” Kata Tuan Rover memperkenalkan dua orang dewasa yang berada di sampingnya saat ini. Mereka semua tersenyum.

“Baik, selamat berpetualang. God bless you, nak! Semoga berhasil”. Kemudian Tuan Rover melangkah pergi kembali ke pos saat kami pertama masuk.

“Baik, kita akan berjalan beberapa meter untuk menemukan lahan datar yang bisa di gunakan untuk membangun tenda. Setiap anak, akan diberi satu peta. Mengerti?” jelas Cindy.

“Yeah.” Jawab Jake.

Kami pun mulai melangkah lurus menuju lahan datar yang entah berada dimana. Sebenarnya aku tak tau kita berjalan lurus atau serong, disini tidak ada jalan setapak, yang ada hanya tanah-tanah sehabis hujan yang di penuhi lumut, jadi agak sedikit licin.
Ku lihat jam yang menempel di tangan kiriku, waktu menunjukan pukul 1 siang. Wow waktu cepat sekali berlalu. Tapi, disini tidak seperti pukul 1 siang, melainkan seperti pukul 3 sore. Pada akhirnya, kita semua sampai di lahan datar itu. Dan bergegas untuk mendirikan tenda, kami hanya membawa 2 tenda. Satu tenda untuk anak perempuan dan satu tenda untuk anak laki-laki. Begitu perintahnya yang tertulis di surat persetujuan. Sekitar jam setengah 3 kami selesai mendirikan tenda dan menata semua barang bawaan.

“Kalau mau mandi, ada sebuah air terjun di sana, dekat Biology National Park, namanya National Waterfall. Kalian akan senang jika mandi disana.” Kata Cindy. Hmm.. Kemana Steve? Dari tadi aku tidak melihatnya. 
Aneh. Lalu ia meninggalkan kami.

“Bagaimana? Mau mandi sekarang?” tanyaku.

“Ahh.. nanti saja. Aku ingin beristirahat dulu, lelah aku berjalan.” Keluh Jake.
Kami pun berleha-leha sejenak, sekedar melepas kepenatan yang dari tadi mengerubungi kami.

“Aku kebelet pipis, Rin.” Kata Alexa.

“Baiklah, ambil sentermu. Kenapa hampir gelap sih? Padahal ini baru pukul 3 sore. Harusnya matahari masih bersinar terang. Kau tak ikut, Vi?” Kataku seraya mengambil senter di dalam tasku.
Viona menggeleng “Tidak, aku disini saja menjaga barang-barang. Hati-hati!”

Kemudian aku bicara pada teman-teman yang lain, kalau aku dan Alexa akan pipis sebentar. Sebenarnya aku tak tau arah mana yang akan aku lalui, ke arah utara atau ke arah selatan? Atau ke arah barat? Timur? Tenggara? Ughhh! Aku belum pernah camping sebelumnya, belum pernah camping di hutan sungguhan. Baiklah, kami memutuskan untuk pergi ke arah utara. Aku selalu membawa kompas yang kuberi tali agar bisa ku gandulkan di leher, supaya tidak hilang. Sebaiknya, aku tidak terlalu jauh dari perkemahan. Setelah selesai, aku dan Alexa kembali ke perkemahan. Hatiku langsung berdetak kencang, saat melihat perkemahan sepi sekali, tadi terakhir kulihat Peter sedang bermain gitar, dan biasanya jika ia bermain gitar bisa berjam-jam. Apakah mereka semua mandi? Tapi kenapa mereka tidak menuggu kami semua? Aku langsung menuju tendaku. Fyuuhh, Viona masih di dalam sedang bermain iPhonenya.

“Kenapa, Rin, Le?” tanya Viona.

“Uhm.. ini benar kau kan, Vi?” tanyaku ragu.

Viona terkekeh “Of course, I am! Why?”

“Uhmm tidak papa.” Aku dan Alexa saling berpandangan. Kami pun tidur-tiduran, aku yang berada di dekat pintu tenda. Melihat keluar melalui celah resleting, Peter sedang memainkan gitarnya, dan Louis sedang melihat peta yang di terangi oleh sebuah lampu senter. Dan aku membelakangi Alexa dan Viona. Kenapa Peter sudah berada di depan tendanya? Memainkan gitar? Tadi tidak ada ketika aku dan Alexa selesai buang air kecil. Kulihat Peter menaruh gitarnya di dalam tenda dan mengajak Louis menghampiri tendaku.

“Heeyy ladies!” sorak Louis.
Kami semua bangun dan membuka resleting tenda.

“What?” tanya Viona, ketus.

“Bagaimana kita mencari kayu bakar dulu, setelah itu kita mandi. Hari sudah semakin gelap.” Ajak Peter.

“Baiklah. Siapa yang ikut?” tanyaku.

“Akuuu!” seperti biasa, Alexa menemaniku.

“Tidak, aku disini saja. Seperti biasa menjaga barang-barang.” Kata Viona yang terus asik dengan iPhonenya.

“Okay, Jake juga tidak ikut. Dia juga akan menjaga tenda. Come on!” kata Peter.

To be continueeeee

Maria Aragon (cover) - Price Tag

Helloooo! I'm back! 
      Pada udah tau siapa itu Maria Aragon? Uhm.. sebenernya gue juga gatau banget tentang Maria Aragon, soalnya gue bukan fansnya. Tapi gue suka aja sama suara imutnya. Keren deh suaranya. Maria terkenal saat nge cover lagu Born This Way dari Lady Gaga. Oiya, dia Little Monster loh alias fans fanatiknya Lady Gaga. :) Nah, kali ini gue mau nge publish videonya Maria lagi nge cover lagunya Jessie J - Price Tag. Keceee bet. Let's see it! =>



Keren kan? Makasih udah mau ngeliat hahaha....

Sabtu, 08 September 2012

Gajee (gajelas)

Heyhoooo! :D Aurry's back! *tebarbunga*. Hari ini aku sama temen-temen gowes lohh *trus?. Temen-temen biasa sih, atau yg lebih tepatnya sahabat! Mereka adalah Jihan, Bimo dan Adib. Kita gowes ke Simpang Lima, Semarang, Indonesia. Biasalah, kalo hari minggu pasti ada Car Free Day disana. Rencananya sih, kita semua mau pada nyobain sepatu roda. Bukan dimakan loh, tapi di cobain._. Cuma dikit doang sih. Kebanyakan malah fotonya Bimo-_-. Oke cekidot! >>


Ini saya-_- absurd banget mukanya...

Bimo yg gendut. Yg ketawa Adib-_-




Oke, selese. Sampe disini dulu yaaa :p

Kamis, 23 Agustus 2012

Lightning (kw) absurd-,-

Heyaaa! Saya kembali lagii :D gue mau ngepublish foto-foto absurd yang gue ambil di jalan tol. Pas itu, gue baru pulang dari Sragen, untuk akses cepat menuju Semarang, gue beserta keluarga memilih untuk melewati jalan tol, kalo lewat kota pasti macet-_- Nah karena dari dulu sampe sekarang gue gatau caranya ngasih efek lightning di hasil ediitan gue, jadinya gue bikin-bikin lightning kw. Hasilnya gajauh beda, menurut gue sih._. Absurd beudth deh. Okey, cekidot->

Gatau nih kenapa bentuknya kayak huruf arab._.

Cahayanya itu dari mobil lagi jalan.

Gatau deh bentuknya apaan.

bentuknya kayak huruf arab juga nih._.



Yg putih kayak bayangan itu bukan setan lohya._. tp truck

Gatau kok bisa bentuknya centang-centang-,-



Ini bentuknya kayak bebek

Nah, kalo yg ini aku ambil pas mau keluar dari Istana Boneka :)






Okesip, segitu aja foto-foto absurdnya, jangan kebanyakan liat yg absurd-absurd entar jadi absurd sendiri *ketawagaring* . See you later! :* Keep calm and stay classy<3

Suami gue._. *ditabokEnchancers


Yeay yeay! Saya kembaliii :D . Gue mau ngepublish videonya Greyson lagi nyanyiin Sunshine and City Lights! Huahh.. suami gue ganteengg abiss, suaranya beehhh bikin gue terharu :') Ini lagu barunya Abang kecee :) Pertama kali gue liat nih video dan ngedengerin suaranya, gue sampe nitikin air mata! Terharu pemirsaahh. Okey, dari pada banyak bacot. Let see it!<3


Ini abangnya doang, gapake lirik :)



Yang ini pake lirik :)

Yaudah deh, silahkan karokeaannn! Keep calm and be Enchancer! <3 see youu:*

Minggu, 05 Agustus 2012

Mysterious Jungle (My first fantasi story)


Hutan. Kalian pasti tau dong apa yang namanya Hutan? Hutan adalah sekumpulan pohon-pohon besar yang sebagian besar mempunyai daun sangat lebat, dan mungkin ada beberapa hutan yang susah untuk di tembus matahari di karenakan daun-daun disana sangat lebat. Yah, aku dan teman-temanku akan berkunjung di sebuah hutan. Semua berawal dari sini

Aku sedang di rumah sendirian, merenung apa yang akan ku lakukan pada sore hari ini. Sudah ku pikirkan semuanya, tapi tetap saja tidak ada satu pun ide keluar untuk membantuku menerobos dari kebosanan ini. Aku tidur-tiduran di kasur empukku, menatap langit-langit kamar yang di cat berwarna langit angkasa. Aku suka luar angkasa. Terutama warna pada langit-langit tersebut. Langit-langit yang selalu di penuhi oleh beribu-ribu bintang gemerlap dan banyak sekali benda-benda asing disana. Kemudian, ada suara ketukan pintu. 2 kali terdengar suara itu. Perlahan aku keluar dari kamarku, menuruni tangga yang terbuat dari kayu sehingga menghasilkan bunyi bising khas kayu lapuk. Sunyi sekali. Pintu pun kembali di ketuk. Hey, kenapa aku misterius sekali? Tidak tidak, ini hanya orang mengetuk pintu. Mungkin tukang pos yang mengirim surat tagihan dari bank untuk ayah dan ibu. Atau seseorang yang memang ingin membuatku terkena serangan jantung. Akhirnya, dengan keberanian yang sebelumnya aku kumpulkan, aku pun membuka pintu. Nobody’s here. Aku melihat kanan dan kiriku. No one. Saat aku akan menutup kembali pintunya, beberapa anak mengurungkan niatku untuk menutup pintu.

“Kerin!” sorak salah satu anak.

Aku mendelik “Jake?” pekikku. Dia, Jake. Salah satu sahabat laki-laki ku.

Ia tampak ketakutan, dan semua anak yang di belakangnya pun sama, semua anak itu adalah sahabat karibku.

“Bolehkah kami masuk?” kata Viona.

Aku pun mempersilahkan mereka masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Mereka melihat sekeliling ruang, memperhatikan setiap benda-benda di ruang ini. Mungkin mereka memastikan tidak ada orang selain aku dan mereka.

“Aku sendirian, ada apa?” kataku menebak pikiran mereka.

“Begini, apakah kau sudah terima surat dari bapak kepala sekolah?” tanya Alexa.

Sahabat-sahabatku ada 5, mereka ialah Jake, Viona, Alexa, Louis, dan Peter. Mereka semua sahabat paling baik dan selalu setia. Mereka tak mau jika salah satu di antara kami ada yang terpisah atau tidak ikut berpetualang. Yap! Kami suka sekali berpetualang, sudah beberapa rintangan berat yang kita hadapi saat berpetualang, dan kami pun sehat selamat sentosa. Walaupun kami masih berumur 14 tahun tapi kami sudah melewati beberapa rintangan yang bagi kalian cukup berat.

Aku mengernyitkan alis “Surat apa? Dari pagi sampai sore ini aku tak menerima apa pun dari luar”

“Benarkah? Nyonya Bill tidak mengirimkan surat untukmu?” tanya Louis.

Aku menggeleng “Kalian mendapatkan itu?”

Mereka semua mengangguk

“Aneh, kenapa aku tidak?” ucapku heran.

“Coba kita lihat di kotak pos, mungkin saja tukang pos menaruhnya disitu” kata Jake.

Kami semua pun melangkah menuju halaman depan, lebih tepatnya tempat kotak pos itu berdiri. Dan benar, ada sebuah surat beramplop putih tergeletak disitu.

‘Kepada Kerin McMaurince di tempat.
Saya selaku wakil kepala sekolah International High School atas suruhan Kepala Sekolah memberitahukan bahwa anda Kerin McMaurince saya masukan ke dalam kelompok petualang angkatan 2012, beserta sahabat-sahabat anda Jake, Viona, Louis, Alexa, dan Peter. Saya akan memberitahukan tujuan saya memasukan kalian semua ke dalam kelompok petualang pada esok sore pukul 3. Saya ada di kantor kepala sekolah. Terima kasih atas perhatiannya. Di mohon untuk datang secara lengkap dan tepat waktu.’

Kami semua saling berpandangan. Apa maksudnya Nyonya Bill memasukanku ke dalam kelompok itu? Aku dengar bahwa kelompok petualang itu nantinya akan di kirim ke salah satu hutan di luar daerah kami. Pernah dulu, kelompok petualang angkatan 2009 berhasil melalui rintangan itu, tetapi ada beberapa yang luka berat, dan ada yang nyaris mati, tapi sekarang sudah selamat dan lulus dengan hasil yang cukup. Aku tak pernah tau seberapa beratkah rintangan-rintangan sehingga bisa menghasilkan beberapa murid luka-luka dan hampir mati. Semua murid yang pernah masuk ke dalam kelompok itu, tak pernah memberitahu rintangan apakah itu. Mereka semua berusaha untuk diam dan tak mau membahas semua itu lagi. Seakan akan mereka telah bertemu mara bahaya yang sangat mengancam keselamatan jiwa. Tapi semua itu tidak dilakukan secara sia-sia, setelah mereka berhasil melalui itu, mereka akan mendapatkan piagam, uang, dan sertifikat. Katanya sih sertifikat dan piagam itu bisa menolong saat kita akan masuk ke sekolah yang baru, dan pasti akan lolos seleksi jika kita mempunyai itu semua. Tapi bagaimana dengan yang tidak berhasil melalui rintangan itu? Mereka tetap akan mendapatkan piagam dan sertifikat kerena mereka telah berusaha sekuat tenaga mereka dan sampai-sampai nyawa mereka yang jadi taruhan. Katanya juga sih, mereka di sana untuk menyelamatkan seseorang yang terjebak di suatu waktu yang berbeda dengan waktu kita. Dan mengambil beberapa perkamen yang sebelumnya sudah di siapkan terlebih dahulu.

Kami kembali masuk ke dalam ruang tamu

“Okay, ini sangat sangat menegangkan. Aku tak pernah tau apa yang ada di dalam waktu itu. Aku tak pernah tau apa isi dari perkamen-perkamen ‘berharga’ itu. Yang jelas, kenapa harus kita yang dipilih?” kataku sedikit canggung.

“Daaann... Orang tua kita pasti tidak akan setuju jika kita bermain di dimensi waktu yang berbeda. Apalagi mengingat bagaimana keadaan kakak kelas kita dulu yang pernah masuk ke dalam waktu itu” Kata Peter.

Kami semua diam, memikirkan apa yang akan di omongkan oleh orang tua kami masing-masing, dan memikirkan bagaimana nasib kita kelak. Memang sih kami di sebut anak petualang dan kami punya jiwa petualang, tapi apakah kita harus melakukan itu? Ini baru yang namanya petualangan sungguhan. Aku pernah memimpikan ini sebelumnya, berharap semua yang ada di mimpiku itu benar, dan sekarang memang menjadi kenyataan.

“So bagaimana?” tanya Alexa.

“Bagaimana apanya?” tanya balik Peter, sewot.

“Ya bagaimana? Kita setuju atau tidak dengan semua ini?”

“Kita harus setuju, karena aku pernah dengar, siapa pun yang terpilih menjadi anggota kelompok petualang, tidak bisa mengundurkan diri. Ini sudah keputusan yang sangat bulat. Nyonya Bill, Tuan Rover –Kepala Sekolah- memang sudah memprediksikan kita sebagai the next Indonesian Idol, eh bukan maksudnya the next ‘Kelompok Petualang’” kata Jake serius.

Sebelumnya aku tak pernah tau, maksud tujuan sekolah mengadakan acara macam ini. Tapi yang perlu aku tau adalah dimensi waktu itu ternyata ada, bukan hanya hayalan semata. Tapi.. Aku belum tau pasti kebenaran itu.

Terdengar suara mobil terpakir di halam depan rumahku. Pasti ayah dan ibu sudah pulang dari bekerja.

“Hey hoo little gir....” ayah langsung menghentikan kebiasaannya berteriak setelah pulang dari bekerja atau sebagianya, tentunya pergi tanpa aku. Ayah dan Ibu sering berteriak seperti itu untuk menandakan mereka 
benar-benar sudah pulang.

“Oh hi guys!” pekik ayah. Yah, ayahku senang bergurau dan sedikit gaul.

“Ada acara apa ini?” tanya Ibu.

“ehm... Tidak ada apa-apa, bu. Kami hanya....” jawabku terputus-putus.

“...Kami hanya mengobrol ringan dan sedikit bergurau” sambung Peter. Dan kami semua nyengir untuk menandakan kami sedang tidak berbohong, tapi pada kenyataannya kami semua berbohong.

“Baiklah Ibu akan membuatkan teh hangat untuk kalian”kata ibu dengan senyum manisnya.

“Oh tidak perlu repot-repot Nyonya Ricardson, kami akan pulang, hari sudah mulai petang. Kami takut orang tua kami khawatir.” Kata Viona sopan dengan senyuman khasnya.

“Oh baiklah. Apa kalian tidak ingin Tuan Ricardson mengantar kalian sampai rumah?”

“Tidak perlu, Nyonya. Terima kasih, anda baik sekali, tapi kami bisa pulang sendiri. Kami akan pulang bersama-sama dan menjaga satu sama lain. Terima kasih banyak, kami pamit dulu. Selamat sore” kata Alexa sopan.

“Bye, Kerin! Sampai jumpa.” sorak sahabat-sahabatku.

“Byeee! Hati-hati!”
******
Hari ini. Hari dimana Nyonya Bill dan Tuan Rover akan menjelaskan maksud dari ini semua. Sejujurnya, aku tak memberitahu tentang ini kepada orang tuaku. Aku terlalu takut untuk mengatakannya. Aku tak bisa membayangkan ekspresi ayah saat mendengar penjelasanku tentang rencana ini.
Aku dan sahabat-sahabatku sudah berkumpul di depan kantor kepala sekolah. Kami semua deg-degan, kami takut akan terjadi apa-apa nantinya. Kami duduk di balkon dekat dengan kantor kepala sekolah, melihat taman yang elok di depan mata. Tapi kami tak bisa melihat dan merasakan keindahan itu, kami terlalu bingung untuk memikirkan hal lain selain Kelompok Petualang. Beberapa saat kemudian, pintu kantor pun di buka. Kami semua langsung berdiri menunggu seseorang keluar.

“Come in” kata Nyonya Bill mempersilahkan masuk.
Saat pertama masuk, udara dingin dari AC langsung membuatku tambah menggigil, sebelumnya aku memang agak menggigil karena aku terlalu takut. Ah pecundang sekali aku! Aku kan seorang petualang, kenapa aku harus takut? Aku melihat muka teman-temanku, dari tampang mereka semua biasa-biasa saja, tapi kalau hati aku tidak tahu. Kami di persilahkan duduk di sofa panjang yang menghadap kursi kepala sekolah, dan di situlah Tuan Rover duduk.

“Selamat sore, anak-anak” sapanya ramah.

“Sore, Tuan Rover” sapa kami serempak dengan sopan, tentunya.

“Okey, to the point saja. Kalian sudah terpilih menjadi anggota Kelompok Petualang. Dan kalian tidak bisa mengundurkan diri. Sudah beberapa tahun yang lalu, pemerintah pusat memberikan tantangan untuk sekolah kita, bukan hanya sekolah kita, tapi beberapa sekolah terkenal lainnya di daerah ini. Tantangan yang sebelumnya tidak saya setujui, karena mengingat rintangan yang akan di hadapi sungguh berat, saya jadi khawatir akan keselamatan jiwa murid-murid saya, tapi dengan alasan lain saya menyetujuinya, secara terpaksa, dan rintangan itu akan terus berlanjut sebelum salah satu kelompok yang dipilih menemukan seseorang di dalam sana. Yah, jadi selama 4 tahun ini belum ada yang menemukan seseorang itu siapa dan bagaimana rupanya” jelas Tuan Rover dengan mimik wajah sedikit khawatir.

Kami semua hanya mengangguk pelan dan menelan ludah.

“Kami semua berharap kalian-lah kelompok terakhir yang akan menemukan seseorang itu. Anggota sekolah lainnya sangat khawatir jika ini terus berlanjut, akan semakin banyak korban berjatuhan jika ini tidak di hentikan. Jadi, sekolah menaruh harapan besar pada kalian semua” sambung Tuan Rover seraya mendekati kami.

“Akan kami usahakan, Tuan Rover. Tapi, kapan kita akan memulainya?” kataku sopan.
Kini gantian Nyonya Bill yang angkat bicara,

“4 hari lagi. Sebelumnya, kalian harus meminta ijin kepada orang tua kalian masing-masing. Sekolah akan memberikan sebuah surat untuk menyatakan persetujuan dari orang tua kalian. Dan jika, ada salah satu orang tua dari kalian yang tidak setuju bisa konsultasi dengan Nyonya Bill atau Tuan Rover, kapan saja sebelum hari itu tiba. Dan di surat itu ada beberapa perlengkapan yang harus kalian bawa.” kata Nyonya Bill panjang menjelaskan.

Kemudian, Ia membagi 5 surat berwarna putih yang di pojok kanan atas terdapat stempel khas dari sekolah kami.

“Baiklah, kalian bisa pulang sekarang” kata Nyonya Bill.

“Baik, Nyonya” jawab kami serempak.

“Ehh.. Tuan Rover?” ucapku sebelum keluar dari ruangan.

“Ada apa, Kerin?”

“Apakah saya bisa tahu, dimana hutan yang akan kami jelajahi?”

“Nanti kalian akan tahu sendiri, yang intinya bukan di dimensi waktu kita” kata Tuan Rover seraya tersenyum.

“Dimensi waktu? Itu benar-benar ada, Tuan?”
Tuan Rover hanya tersenyum, lalu melepas kaca matanya dan membelakangiku.
---

“Fyuhh. Apakah kita bisa mendapatkan ijin dari orang tua kita masing-masing?” kata Jake lemas.

“Kita harus mencoba dan meyakinkan orang tua kita.” jawab Alexa.

“Aku tidak begitu yakin.” kata Viona lemas.

“Heeyy! Kenapa pada lemas begitu sih? Ayoo semangat para petualang! Kita harusnya senang bisa mendapatkan rintangan baru. Ingat kawan, kita mempunyai jiwa petualang!” kompor Louis.

Wajah kami langsung sumringah dan menampakan jika kami memang bisa melakukan semua ini.
Aku melirik teman-teman yang berada di sampingku, semuanya mengobrol sendiri kecuali Peter. Ia melihatku terus dari tadi. Ugghhh! Jangan sampai kami cinlok. Bisa-bisa persahabatan kami runtuh akibat sebuah kata “Cinta” yang muncul secara tiba-tiba di antara aku dan Peter. Tapi beneran deh, Peter melihatku terus. Hey! Kenapa aku jadi salting begini? Tidak tidak, tidak boleh! Ehm.. mungkin dia melihat ke arah kananku ya, siapa tau ada seseorang yg membuatnya penasaran. Aku melihat ke samping kananku, tidak ada siapa-siapa yang ada hanya sebuah taman, dan taman itu sepi sekali, yah ini hari minggu, anak sekolah tidak berangkat pada hari minggu kan? Memang sih, Peter adalah sahabat laki-laki yang dewasa, bertanggung jawab, cerdas, lumayan tampan, dan manis. Tapi aku tidak boleh sampai “jatuh cinta” dengan Peter. Ah sudahlah.
****
Makan Malam-

Menu makan malam hari ini adalah sup octopus atau sup gurita dengan ayam mentega. Hummm yummy :9

Seperti makan malam sebelum-sebelumnya, ayah pasti membuat kami tertawa terbahak-bahak oleh leluconnya. Dan sedikit menceritakan bagaimana kejadian-kejadian lucu saat di luar rumah. Sebenarnya, saat inilah yang akan ku jadikan untuk mengatakan tentang Kelompok Petualang, tapi aku takut untuk membuat malam indah ini menjadi malam yang menyusahkanku untuk tidur. Tapi aku harus mengatakan secepatnya.

“APAA?” sorak ayah histeris setelah aku memberitahukan bahwa aku terpilih menjadi anggota Kelompok Petualang. Ehm.. sudah ku bilangkan, ayahku sedikit gaul dan gaulnya mengarah ke alay hehe, tidak alay juga, ayahku seorang pekerja yang disiplin, dan bertanggung jawab.

Aku hanya nyengir takut

“Tidak tidak, ibu tidak mengijinkan. Kau tahu kan jika ‘permainan’ itu mengancam keselamatan nyawamu. Apa-apaan ini, tidak masuk akal” kata Ibu, sewot.

“Tapi bu.. Kata Tuan Rover kami lah harapan satu-satunya untuk menyelamatkan seseorang di dimensi itu. Kami sudah memegang amanat, Ibuu. Ijinkanlah, kami tidak bisa mundur” pintaku memelas.

“Ijinkanlah, Rose.” Kata ayah tiba-tiba.
Aku dan ibu melihat ayah dengan heran, tapi wajah ibu menandakan ‘apa-apaan ayah ini?!’

“Begini, aku mendapatkan surat dari sekolah. Tunggu sebentar” lalu aku berlari menaiki tangga dan menuju kamarku.

Beberapa detik kemudian aku turun dengan membawa sebuah surat dan ku serahkan pada ibu dan ayah.

Aku menunggu ibu dan ayah selesai membaca.

“Baiklah, ibu ijinkan. Tapi ibu mohon, jaga dirimu baik-baik, ibu tak mau kau kenapa-kenapa, Kerin.” Pinta ibu.

“Baiklah, ayah juga akan mengijinkan. Tapi ingat, jaga baik-baik keselamatanmu, Kerin. Kalian semua harus saling manjaga, jangan egois. Ayah tidak suka, kalau kamu egois, mengerti?” ucap ayah tegas.

“Mengerti ayah. Terima kasih” kataku.

“Saatnya kau tidur, sebelum tidur sikat gigi dulu dan cuci muka jangan lupa berdoa” kata Ibu dengan senyumannya.
****
Sehari sebelum hari H itu tiba, aku dan kawan-kawanku berkumpul di base camp. Haha.. anak petualang harus mempunyai base camp dong.

“Sudah mendapatkan ijin kan?” tanyaku ke teman-teman.

“Yah, syukurlah” kata Viona.

Semua mengangguk pasti.

“Okay, hari ini kita ke minimarket. Membeli perlengkapan ini.” Kata Louis.

“Ha? Minimarket? Kau kira kita bisa mendapatkan tali tambang, pemukul basbol, dan penyimpan sinar matahari di minimarket? Hah” kata Peter melecehkan.

“Maksudku bukan perlengkapan ini, tapi perlengkapan untuk berjaga-jaga jika perut mulai bergoyang” kata Louis.

Aku baru sadar jika Peter barusan ngomong ‘Penyimpan Sinar Matahari’. Apa itu? Aku tak tau ada itu.

“Penyimpan sinar matahari?” tanyaku heran.

“Ya, aneh ‘kan? Aku tak habis pikir sekolah kita bisa menerima ‘permainan’ ini. Penyimpan sinar matahari? Apa ituuu? Mana ada supermarket yang jualan benda seperti itu.” kata Peter, sewot.

Semua diam. Memikirkan apa itu ‘Penyimpan Sinar Matahari’ ? Ughh!

“Okay, sekarang saatnya mencari perlengkapan itu, kawan!” kata Jake. Kami semua meninggalkan base camp. Mencari perlengkapan-perlengkapan itu, tapi kami tidak mencari ‘Penyimpan Sinar Matahari’.

To Be Contine:)

Rabu, 01 Agustus 2012

Judulnya bingung-_-

Hi Denti's here! :) Kali ini gue mau curhat dikit, gue mau berkeluh kesah dengan nasib gue besok, yah kalo bahasa inggrisnya sih future. Saat ini gue masih bingung mau jadi apa besok, cita-cita gue belum keatur. Ini masalah yang harus gue atur, soalnya 4 tahun lagi gue mau kuliaaahhh! 4 tahun itu engga lama loh pemirsah. Gue masih bingung sama pelajaran kelas 9 yang bikin kepala nyut-nyutan-_- jadi beelum kepikiran masa depan gue kayak apa. Gue pernah tanya sama nyokap, kalo gue bingung mau jadi apa gue nantinya. Nyokap  malah balik tanya "hobi kamu apa dulu?". Gue sambil berpikir, hobi gue ituu.... foto-foto! Dan gue pernah punya impian mau jadi photographer profesional, tapi nyokap gue jawab (hebat banget yak nyokap gue bisa baca pikiran) "Jangan jadi fotografer, bayarannya engga maksimal". Apa iya? Oke, gue turutin karena itu masuk akal. trus gue berpikir lagi, hobi gue yang satunya adalaaahhh.... nulis cerita. tapi itu kadang-kadang bikin ceritanya kalo lagi ada inspirasi. Oiya gue dalam proses bikin cerita fantasi loh! *kesempatanpamer* tapi lagi-lagi otak ngestuck-_- jadinya engga jalan-jalan tuh cerita. Ehm.. gue bosen bikin cerita yang dari dulu cinta-cintaan, gue mau kayak Raditya Dika. Tapi gue gak banyak experience-_-. Dan nyokap gue menjawab "Jangan jadi penulis, penulis itu cuma untuk sampingan aja jangan di jadiin sebagai pekerjaan pokok". Iya juga sih, gue juga takut kalo nantinya gue nulis trus engga ngebooming, yang ada mah gue jadi kere, gara-gara harus bayar editornya. Itu juga salah satu resiko jadi penulis, yang jadi penulis keep spirit yak!._. (ngomongsendiri). Trus, gue inget-inget lagi. Dulu, gue pernah bercita-cita menjadi arsitek. Tapi lagi-lagi gue di larang, bukan sama nyokap gue tapi sama guru les gue. Dia bilang "Ah masak mau jadi arsitek sih? Masak arsitek cewek? Mending engga usah.". Bener juga, nyokap gue juga bilang kalo gue jangan jadi arsitek. Tapii arsitek kan bayarannya banyak, sekali gambar langsung dapet uang, yah tapi engga segitu gampangnya ngomong hehe:p.

Jadi guru? emm engga deh terima kasih, gue paling males kalo ketemu sama anak-anak yang susah diajarin dan males bikin rincian nilai.
Jadi pegawai bank? Kayaknya engga juga deh, gue sampe sekarang belum mahir matematika.
Jadi dokter? Huft sekolahnya kelamaan, tapi ada yg bilang kejarlah ilmu setinggi-tingginya. Tapi ya sudahlah u,u
Jadi polwan? Gak ada bakat jadi polisi, di keluarga besar gue gaada yang jadi polisi.
Jadi ilmuan? Haa? :O susah ngapalin nama-nama latin dan tetek bengeknya._.v

Perasaan gue milih-milih dan aneh ya.. Pasti orang-orang pada mikir "Kalo gamau kerja, mati aja sono." iya gue juga bertanggapan seperti itu.
Udah ah, itu masalah nanti. Ikutin alur kehidupan aja dulu *ciee*. Yang penting, gue fokus dulu sama kelas 9, dan semoga gue lulus UN 2013 amiinn O:) .
Byeee, see you later! (ngomongsendiri) *bantinglaptop*

Kamis, 12 Juli 2012

Some Quotes :)

Hey hoo! Denti's here :) . Malem ini, gue mau ngepost beberapa quotes atau kata-kata gitu deh. Em ada beberapa quotes yang memberi semangat nih *colekparagalauers :p dan ada juga beberapa yang memuji, tapii paling banyak inspiration quotes :) Mau liat? Okey, cekidot =>




































By John Lennon :)


Nah, banyak kan? Jangan pada galau lagi yak :D galau sih boleh, tapi jangan terlalu larut dalam kesedihan, gak baik, apalagi sampe mau bunuh diri. Tuhan gak suka sama hambanya yang putus asa :) Lihat deh, hidup itu indah, walaupun gue baru setengah-setengah ngerasain itu. Hidup itu pasti ada kok cobaannya, tapi setelah itu pasti ada kebahagiaan :) So don't give up. After a terrible strom, there would be a beautiful rainbow :) . Okay, see you soon!